Dindik Jatim Upayakan Tekan Disparitas untuk Setarakan Pendidikan Antardaerah

 


JAWA TIMUR,   radarhukum.online  -  Dinas Pendidikan Jawa Timur (Dindik Jatim), saat ini tengah berupaya menekan adanya disparitas kualitas pendidikan antardaerah, supaya bisa setara sesuai arahan Gubernur Jatim.

Achmad Alfian Majdi Kepala UPT. Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Dindik Jatim mengatakan, upaya meliputi pelengkapan sarana dan prasarana di tiap sekolah, terutama yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) di tingkat SMA/SMK sederajat dan SLB.

“Kemudian ada relevansi yaitu kesesuaian dengan kebutuhan dunia industri karena tentunya kami membimbing peserta didik yang nantinya terjun di bidang industri dan usaha di bidang SMK. Untuk guru dan tenaga kependidikan, kami juga harus memastikan kuantitas, kualitas dan spesifikasi kompetensi dan sebarannya secara merata, jangan sampai ada daerah-daerah di Jawa Timur yang kekurangan atau kelebihan guru,” ujarnya waktu mengudara dalam program Merawat Bumi Majapahit di Radio Suara Surabaya FM 100, Senin (16/10/2023).

Kata Alfian, tentu upaya tersebut butuh sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Tanpa adanya sinergi yang baik itu, menurutnya target dan capaian untuk pendidikan tidak akan bisa tercapai secara maksimal.

“Yang terakhir adalah kapasitas fiskal dari sekolah, yaitu kemampuan anggaran dari sekolah yang saat ini masih bergantung pada jumlah siswa berdasar dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BPOPP (Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan),” ujarnya.

Dia juga membeberkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jatim, mencapai 72,75 persen di tahun 2022 setelah sebelumnya tahun 2019 di angka 71,50 persen.

Sementara IPM sektor pendidikan, dari harapan lama sekolah yang pada 2019 13,16 tahun, menjadi 13,37 pada 2022. Sedangkan untuk rata-rata lama sekolah, dari yang semula pada 2019 7,59 tahun, menjadi 8,03 di 2022.

Meski ada kenaikan, Alfian membeberkan masih ada beberapa catatan yang menyebabkan IPM Jatim tidak bisa melejit. Pertama, banyak pondok pesantren di Jatim yang tidak memiliki pendidikan formal.

“Kita mencatat ada 4.452 pondok pesantren dengan total 1,64 juta santrinya, ini banyak yang tidak memiliki ijazah formal. Padahal dari BPS, ini melakukan survei atau pengukuran itu untuk pendidikan di masyarakat yang sekarang berusia 25 tahun, itu juga sebagai catatan,” ujarnya.

Untuk itu, Pemprov Jatim saat ini tengah berkoordinasi dengan pemerintah pusat supaya bisa dilakukan percepatan terkait masyarakat yang belum punya ijazah formal tersebut.

Dia yakin, banyak santri-santri di Jatim yang kualitasnya sudah setara mahasiswa lulusan S1 bahkan S2. Kalau harus mengikuti pendidikan kejar paket A, B dan C, diyakini waktunya akan memakan banyak waktu

“Untuk itu, Dinas Pendidikan mengusulkan adanya ujian kesetaraan, jadi ada konsep assessment berdasar kelompok usia. Misalkan usianya ini sudah usia seperti lulusan SMP atau lulusan SMA, kita assessment dengan ujian untuk dinyatakan lulus dari kejar paket B atau paket C seperti itu,” jelasnya. (read.al)


0 Komentar