KEDIRI, radarhukum.net - Eksekusi aset berupa rumah dan gudang di Kelurahan Blabak, Pesantren kemarin diwarnai penolakan oleh termohon. Mereka tidak terima dengan aksi pengosongan yang dilakukan oleh panitera Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri. Alasannya, objek senilai Rp 10 miliar itu merupakan aset gono-gini.
Pantauan koran ini, eksekusi di tanah seluas 1,3 hektare itu dilakukan sekitar sekitar pukul 09.00 kemarin. Eksekusi dilakukan dengan dikawal personel polisi, TNI, hingga satpol PP.
Panitera Pengadilan Negeri Kediri Tri Indroyono mengatakan, eksekusi kemarin dilakukan setelah kasus perdata terkait hal tersebut dinyatakan inkrah atau memiliki kekuatan hukum tetap. Karenanya, meski ada penolakan dari termohon, eksekusi tetap dilaksanakan.
“Pengadilan tetap komitmen untuk melaksanakan hal ini. Bilamana keberatan, silakan diajukan keberatan tersebut,” ujarnya.
Untuk diketahui, salah satu pihak termohon mengatasnamakan diri sebagai pihak ketiga. Emil Ma’ruf, kuasa hukum Rina Yuni Astuti, kemarin langsung mengajukan permohonan penundaan pelaksanaan eksekusi pengosongan. Alasannya, objek eksekusi masih dalam sengketa.
Sengketa terjadi sejak 2007 lalu. Saat itu, Herman Santoso yang tak lain suami Rina Yuni Astuti menjadi penjamin atas perjanjian kredit yang dilakukan dua orang termohon eksekusi pada 4 Juli 2007 lalu. Lima bidang tanah dengan total luas 1,3 hektare itu kemudian dijadikan agunan atau jaminan.
“Dia (Herman Santoso) menjaminkan itu tanpa persetujuan dan izin dari istrinya. Terbukti dalam perjanjian kredit, Pak Herman Santoso memakai KTP bujang,” ujarnya.
Padahal—lanjut Emil—saat perjanjian itu dibuat, kliennya dan Herman Santoso sudah menikah secara sah. Pernikahan sejak 1992 itupun sudah dikaruniai lima orang anak.
Atas perintah eksekusi itu, pihaknya pun mengajukan gugatan perlawanan atas keabsahan perjanjian kredit tersebut. Dia mengatakan, aset tersebut sudah merupakan harta bersama. Sedangkan kliennya mengklaim tidak pernah memberikan tanda tangan persetujuan. Sehingga perjanjian kredit dianggap cacat hukum.
“Otomatis lelangnya juga cacat. Kalau lelangnya cacat, seharusnya pembeliannya juga cacat. Kalau ini diteruskan, berarti ada sebagian hak dari klien kami,” sambungnya sembari menyebut upaya hukum di tingkat kasasi sebagai pihak ketiga juga masih berlangsung.
Sementara itu, kuasa hukum dari pemohon eksekusi Deni Prasetiawan mengatakan, gugatan dari pihak termohon tidak akan menghentikan eksekusi lelang. Pengosongan itu tetap dilakukan meski harus dengan cara paksa.
“Klien kita itu menang lelang dari bank. Sebagai pemenang, seharusnya pihak termohon lelang itu menyerahkan secara sukarela. Karena sudah tidak bisa melunasi hutang-hutangnya,” ujar Deni.
Dia pun menyayangkan pihak termohon yang terkesan tidak kooperatif. Salah satunya mengabaikan panggilan pengadilan selama proses aanmaning.(Red.AL)
0 Komentar