Polemik Appraisal Proyek Tol Kediri-Tulunggagung di Kota Kediri Masih Berlangsung, Ini Komentar Wali Kota

  


KEDIRI,  radarhukum.online   – Polemik hasil appraisal Tol Kediri-Tulungagung di Jl Suparjan Mangun Wijaya membuat Wali Kota Abdullah Abu Bakar angkat suara. Dia meminta pihak terkait segera menyelesaikan hal tersebut. Salah satunya, dengan melakukan diskusi dengan tim pengadaan tanah (TPT).


Hal tersebut menyusul protes yang dilayangkan puluhan warga di Jl Suparjan Mangun Wijaya dengan memasang banner di pagar. Mereka keberatan dengan nilai ganti rugi Tol Kediri-Tulungagung tahap 1 yang dirasa tidak layak. Sejak Sabtu (14/10) lalu, sedikitnya 30 rumah dipasangi spanduk protes. Isinya mendukung proyek tol namun dengan ganti rugi yang layak.

“Saya sudah kasih tahu kepada pemrakarsa jalan tol dan lainnya untuk memberikan harga yang tepat dan tidak merugikan. Kami sudah sampaikan kepada mereka karena kami juga sadar bahwa asas kemanfaatannya tol juga besar,” kata Abu.

Meski demikian, menurutnya warga tetap berhak diberi penjelasan. Salah satunya, tim pengadaan tanah harus memberi kesempatan diskusi dua arah dengan warga . Jika perlu, secara khusus dibuat forum untuk mewadahi warga yang belum menerima harga yang ditawarkan.

“Saya juga tidak sepakat apabila pihak tol memberi instuksi kepada masyarakat kami. Harus ditata dengan baik, diajak bicara yang baik. Jangan pokoknya begini pokoknya begitu,” tandasnya.

Terkait standar harga yang harus diterima warga, wali kota dua periode itu menyebut ganti rugi harus mempertimbangkan harga pasaran. Ia mencontohkan, jika harga pasaran di suatu wilayah dipatok Rp 1.000, tidak dibenarkan jika warga meminta harga Rp 10 ribu.

“Siapa orang yang mau berinvestasi dengan cara seperti itu. Pun sebaliknya. Kalau harga pasarannya seribu terus mereka menawarkan dengan harga di bawahnya. Mau gak mau saya beli lima ratus, misalnya. Ya nggak boleh. Saya akan marah. Itu semena-mena. Kami juga nggak terima,” tegasnya.

Untuk diketahui, sejumlah warga di Jl Suparjan Mangun Wijaya yang mengajukan protes mengaku tak terima tanahnya dibeli seharga Rp 5,2 juta per meter persegi. Menurut mereka, harga itu terlalu rendah. Salah satunya menimbang lokasi yang berada di tepi jalan nasional.

Menanggapi nilai tersebut, orang nomor satu di Pemkot Kediri itu mengatakan harga pasaran bisa menjadi patokan untuk menilai kelayakan ganti rugi. “Yang pegang data di DPPKA (BPPKAD, Red) untuk harga itu. Harga pasarannya mereka pasti tahu. Itu mungkin bisa jadi patokan untuk harga pasaran. Jadi bukan katanya,” imbuhnya.

Dikonfirmasi terkait harga pasaran tanah di Jl Suparjan Mangun Wijaya, Kepala Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (BPPKAD) Kota Kediri Sugeng Wahyu Purba Kelana menuturkan, kawasan Jl Suparjan Mangun Wijaya terpisah menjadi tiga kelurahan. Yakni, Kelurahan Sukorame, Bujel, dan Mojoroto.

Sugeng menyebut, nilai jual objek pajak (NJOP) kawasan tersebut senilai Rp 802 ribu per meter. Sedangkan untuk nilai perolehan objek pajak (NPOP), pihaknya menaksir harga berkisar Rp 3 – 3,5 juta per meter. “Itu (NPOP, Red) mendekati harga pasar tertinggi saat ini,” ungkapnya.

Terpisah, Koordinator Forum Komunikasi warga Jl Suparjan Mangun Wijaya Septya Rebecca meminta agar warga diberi penjelasan tentang acuan penilaian. Termasuk apabila penilaian mengacu pada harga pasaran di kawasan tersebut. Sebab, menurutnya, kelurahan telah memberikan rekomendasi harga jual-beli tertinggi untuk dijadikan pertimbangan.

“Setahuku kisaranRp 10,2 juta per meter. Itu di Kelurahan Mojoroto tapi di daerah seperti dekat UNP (Universitas Nusantara PGRI). Itu harga jual beli terakhir. Dan itu sudah direkomendasikan untuk jadi acuan,” jelasnya.

Dengan adanya rekomendasi tersebut, Rebecca berharap harga itu juga bisa dijadikan pertimbangan. Sebab, dari sisi wilayah masih berada di kelurahan yang sama.

Dia juga menyayangkan karena acuan penilaian ganti rugi yang tidak disampaikan kepada warga. Di antaranya apakah mengacu pada HBU atau harga tertinggi, atau dengan mekanisme pengali.

“Kami ingin tahu saja. Kalau pun mungkin yang disampaikan masuk akal, nggak masalah. Tapi tolong sampaikan dulu ke kami, itu perhitungannya dari mana. Kalau memang seperti itu kenyataannya, lego lilo saya. Nggak masalah,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Tim Pengadaan Tanah (TPT) Jalan Tol Kediri-Tulungagung Linanda Krisni Susanti menjelaskan, terkait prosedur penilaian sudah disampaikan kepada warga sejak tahap sosialisasi. Yakni, melalui tim kantor jasa penilai publik (KJPP) langsung.

“Gambaran umumnya setahu kami, KJPP untuk nilai tanah mereka akan mempertimbangkan dengan data nilai pasar setempat. Kemudian untuk nilai bangunan dan lainnya, mereka sudah ada standarnya dari asosiasi untuk menghitung itu,” paparnya.

Nanda –sapaan akrabnya—menegaskan, nilai ganti rugi yang diberikan sudah dianggap sesuai dan layak. Salah satunya, dinilai dari sebaran warga yang setuju di tiap zona dengan harga yang sama.

“Di setiap zona nilai yang sama, itu semuanya sudah ada yang setuju. Artinya, nilai itu sudah bisa diterima. Hanya ada pihak-pihak tertentu yang belum puas atau belum sesuai dengan ekspektasinya, sehingga beliau belum setuju,” imbuhnya.

Ia mencontohkan, di Jl Kawi Gang 2, sedikitnya 30 persen pihak sudah setuju dengan nilai ganti rugi. Demikian pula Lingkungan Majenan yang 80 persen sudah menyetujui nilai ganti rugi.

Sedangkan untuk Jl Suparjan Mangun Wijaya, dari empat bidang yang sudah diumumkan nilai appraisal-nya, satu bidang sudah disetujui pemiliknya.(read.al)

0 Komentar